kalau rencana kita tidak terwujud, setidaknya kita sudah pernah bertemu. aku menerima hal itu sepadan jika kamu juga benar-benar menyayangiku dari puisi yang sudah kurajut
aku menulis puisi untuk berjalan memasuki duniamu, aku merasa seperti orang yang payah. hanya berani menulis kata dan terus saja menulis kata. kadang pun aku merasa bosan dengan itu jadi aku merasa seperti orang payah yang lebih dari payah sampai pamanku pun seperti meremehkanku . tapi kamu tau? kamu bisa membuatku tersenyum dengan bintang” berkedip yang bukan untukku. tapi aku merasa itu kiriman dari dewa sepertimu.
menurut kumala kamu cukup gemulai dengan semestaku. dari menghangatkan angin sampai membelokkan arus daun kering ke arah cinta yang tidak tahu kembali pulang. ya. aku rasa itu sangat mengagumkan. aku tidak pernah bertemu dengan dewa sepertimu. atau hanya aku yang terlalu bodoh untung mengetahui hal seajaib itu. aku hanya bisa mengajarimu menyusun sendu-sendu masa lalu dan membangun pintu baru menuju kebahagiaan yang semoga selamanya. kali ini aku tidak bercanda. ingin mengatakan amin? atau shadaqallahul adzim?
ada 12 gelas di depan ku. kutatap 12 menit dan terus berpikir yang mana harus kuhabiskan dahulu. ayolah hal seperti itu sepertinya harus aku pusingkan. bisakah kamu bayangkan betapa indahnya gelas itu ketika mereka berdansa? kukosongkan lah meja itu, menyiapkan lahan yang sangat besar untuk melihatnya bahagia dengan lagu yang sudah aku siapkan untuk mereka. selangkah ke kanan, kiri, mundur dan putar, aku merasa tertantang, seketika ku kosongkan kamarku dan mulai berdansa dengan bayanganku. aku bersyukur 12 gelas itu mengadakan acara fancy di kamar ku yang cukup kecil.
tidak jauh dari gelas itu, aku tidak sekedar menatap dan ikut berdansa. aku seperti menjalankan cerita bodoh yang bisa saja membuatku menangis saat itu juga,bayangan itu terus saja merabaku, dasar tidak tahu malu! terus saja mencoba untuk tidak tolol tentang cinta walaupun sedikit. tapi aku benar-benar tidak tahu. aku sudah nyaman bersama bayangan, tidak peduli jam makan dan waktu sudah padam.
sebelum musik itu berakhir aku berseru kepada bayangan, “ajari aku cara mencintai seperti makhluk-makhluk di luar kamarku!” tapi seketika musik itu berhenti, gelas kembali diam, dan bayangan itu pudar. menandakan mata pelajaran mencintai bukan pada hari ini,besok-besok harus kusiapkan 1 musik lagi untuk bayangan. aku sudah tidak sabar mencintaimu yang bisa kamu tahu.
belum tahu
leau. surga bagian bawah, mengandung cinta yang masih membutuhkan kepalanya. melepaskan panas rindu yang tidak membutuhkan lagi sepenuhnya. aku tinggal disitu. kamu diatasku, tuan.
yang mulia, kau memuliakan ku sesampai jejak berdua dipatahkan kasih sayang kita, membuatku jatuh di lembah leau, bukan lethe. yang kau bilang rumah kita. aku jadi bingung rumah siapa yang bisa kutepatkan sungai” untuk membasahkan diri? kering hanya membuatku jatuh lagi, mencari pintu kembali, memanjat di tepi, tuan hati.
aku membuatku turun, kehilangan sepatu dansa yang pernah kita bincangkan di surga bagian atas, bodoh ya. bukannya jatuh, kita malah turun lewat tangga. siapa yang mau turun ke bagian bawah dengan tangga? ampun tuan penekun pabrik jingga.
tuan, boleh marah. tapi kalau membuat kekasih mu sendiri turun perlahan hanya membuat malaikat murka, dan mencari tuan baru sepertiku. aku tidak sombong. aku yang pantas menjadi dirimu tuan. bukankah kau bilang?
“aku merasa satu, yang abadi. seperti ada di kamu”
jadi bagaimana tuan? masih ingin diatas bersama tangga kusut itu? atau berpangku denganku di rumah-rumah basah? jangan berani bertengkar denganku. tuan dermawan yang kehilangan awan-awan nya.
kutitipkan paham di sela-sela kebingunganmu
ingin kukenalkan dengan sahabatku? namanya kumala. lahir dari lahan imajinasiku. hanya dia yang mengerti segala kesal yang telah aku terima, ya hanya dia. Jangan harap dirimu itu bisa menggantikan kumala, tidak akan bisa, jangan bingung, aku serius.
selamat membaca ,
jadi pusing
12
selamat tinggal, terserah
seperti biasa, perasaan bodoh itu kembali ke dirimu dan diriku, waktu terus berjalan, dan hanya akan hilang jika kita bertemu. melepas rindu.
aku tau kau bukan sang cinta di ujung perahu, makanya ku tuliskan puisi untukmu. tapi kau itu sedikit bangsat jika bertemu dengan egoismu. aku iri dengannya, yang selalu kau gandeng sedangkan aku sudah tidak takut bersamamu. aku bukan bocah tahu! aku sudah melangkah karena aku tahu aku bisa saja menghancurkan semuanya dengan sigap. tidak salah kan menghabiskan waktu bersama sebelum salah satu dari kita membuat kondisi yang bising membising?
aku selalu memutar ulang pikiranku dan mencari jawaban di sela” khayalan. ya. aku memikirkan tentang bencana yang bisa saja terjadi dengan hubungan kita nanti. aku merasa seperti seorang pecundang. memikirkan hal yang kau benci dan aku membuat hal itu terjadi. tapi sungguh. aku masih sangat ingin bersamamu. jangan pergi ya? janji?
GRATAM MÛNDI
perkenalkan, aku gadis
lahir dari seorang ibu kuat yang harus kubelikan
sepatu sebelum cangkir yang ia genggam ikut bergetar
aku disini cuma ingin bercerita yang tidak sedikit, yah sedikit banyak
mungkin tentang air yang tidak mendengar wadah nafas yang butuh waktu jeda
atau perasaan yang cukup sudah.
denganmu aku lupa
bahwa aku sudah terbiasa letih
sampai hatiku lupa
cara menyikapi diri sendiri
tanpamu aku lupa
menyapa tanya
apakah kau baik-baik saja?
sampai ragamu lupa
dan sabar ku tidak terjaga
denganmu aku bertanya
cara air mata
tidak menyentuh senyum bibirnya
dari luka
denganku pun menjawab
semua karena ku tak lagi bisa menggenggam mu dengan sempurna
dan menertawakan kopi khas berwarna
semua karena segelas tawa itu
sudah milik orang lain
lalu bagaimana dengan gelasku yang isinya sisa setetes pahit yang sisa di lap kain?
dengan hari ku pun menjawab
semua karena jarak yang tidak mengawasimu sepenuhnya
dan menjalani hari sebagaimana semestinya
lalu, aku dan kau sudah harus saling lupa
Subscribe for updates
setidaknya aku bukan seorang pecundang
tuan ku semena-mena diatas perintah surga bagian bawah
propaganda ku, untukmu
kamu selalu saja membuatku pusing, aku jadi kesal! aku tidak tahu harus melakukan apa memikirkan apa sampai malam ini pun ingin jauh lari melaju. sudah kujelaskan begitu rupa, begitu bentuk dan filosofi tentang cinta itu mungkin tidak mempan. atau hanya akan membuatmu menjadi seorang yang radikal?
aku bukan seorang pecinta, meraba kesana kemari cuma mencari pensil warna yang sudah pudar warnanya. tapi sungguh kali ini jangan lah menjadi seorang yang radikal! aku ingin kau bahagia tapi cara yang sederhana, kumala selalu berbisik di telingaku untuk mencintaimu, padahal aku sudah melakukan itu dari dulu. tapi mungkin terlihat sendu, atau memang belum bisa dikatakan sebuah cinta yang menyatu?
sudahlah. aku mau istirahat sebentar. silahkan berkunjung tapi jangan lupa bawa kue rindu yang enak itu. jangan sampai rindu itu basi di tengah jalan ketika kau ingin mencintai, atau malah meninggalkan. aku hanya bisa bersua dan menunggu kata itu keluar dari mulutmu
apa kabar sayang? sudah menemukan jalan? maaf aku lama tidak mengabari pagimu, karna aku terus saja memikirkan mu di malamku. aku selalu ingin bertemu, tapi mungkin diriku mau berbincang denganku. kenapa ia selalu saja mengundur-undur kan waktu untuk bertemu kita di siang itu?
aku tidak suka kopi, sebuah rasa yang membuatku terus saja meroket tentang kepahitannya. aku tidak suka kerutan, sebuah tekstur yang membuatku terus saja mengoleskan krim dan melicinkan kuas-kuas. kepalaku penuh! aku ingin melukis garis di luar-luar kepalaku—dasar keras kepala—dia juga tidak bisa terus menanti hasil
kali ini aku ingin mengasingkan diri. bukan karena kehabisan krim kuas . tapi aku masih harus bertengkar dengan tulisanku tentang siapa yang lebih ganas, atau bertengkar dengan pena tentang siapa yang lebih gelap? tuhan membuatku berpikir begitu, dan eyang memberitahuku lewat pelukis nya. Srimenanti. dalam hatiku, kenapa eltece selalu saja di ikut campurkan dengan pertemuan intens mereka? oh ya. aku belum baca sampai habis
kembali ke kolam waktu, aku selalu memberi makan waktuku yang terlihat terserah. aku merasa terlalu sibuk dengan pena yang tidak terasa. dan melukis rasa yang tidak bisa. aku ini kenapa, hah? kenapa kumala tidak membantuku memilih terserah yang itu. ini sudah kekenyangan. aku lelah. aku tidak punya apa-apa dalam kesekian kali waktu. dia lelah. dia memberi semua usahanya ke ‘tidak tahu kemana waktu’ aku pun tidak menemukannya. apa karna waktuku yang begitu terserah?
tenanglah, aku dan waktu sudah ingin pergi. jauh dari dalam hati. mencoba membuat semesta bernyanyi. menerima memori. mengujungkan sari-sari. dan akhirnya, aku akan meninggalkan terserah.
belum bangkit dari tempelan empuk ini aku sudah merasa lelah, kenapa aku selalu saja merasa lelah? padahal aku belum melakukan apapun yang berbau ‘mengeluarkan’ sebutir kalor dari tubuh renta yang goblok ini. ku buka horden kamar sambil merebahkan tulang rusuk yang beruntun bunyi-nya. terlihat tukang-tukang bercengkrama membuat ku semangat untuk tidak lelah, kusenyumi mereka dan sepertinya dia tidak berhenti tertawa, sungguh senangnya mereka. kenapa aku tidak jadi tukang saja?
sekarang aku sudah tidak berani membuka horden, dan terpaksa ku ledakkan tulang rusuk di dekat easel kayu putih yang selalu ku gunakan bermimpi. aku rindu tukang-tukang itu, tapi aku berharap dia tidak merindukakanku, aku tidak tahu cara ber-urusan dengan tukang yang periang sedangkan aku hanya bisa bertanya kepada tanda tanya, bertanya kenapa aku tidak bisa memperlihatkan senyumku kepada dunia walaupun hanya tukang itu yang melihatnya?
tanda tanya sudah lelah denganku. aku sadar bahwa lelah itu memang simpang siur atau kadang teratur di tubuhku yang alhamdulillah belum keruh. sampai sekarang, jawabannya aku belum tahu.